Jumat, 18 Februari 2011

Penalaran Deduktif

Penalaran Deduktif didasarkan atas prinsip, hukum, teori atau putusan lain yang berlaku umum untuk suatu hal ataupun gejala. Berdasarkan atas prinsip umum tersebut ditarik kesimpulan tentang sesuatu yang khusus yang merupakan bagian dari hal ataugejala di atas. Dengan kata lain, penalaran deduktif bergerak dari sesuatau yang umum kepada yang khusus.


Diagram di atas ialah diagram Euler.
Gambar I, menunjukkan bahwa S identik dengan P S=P; Semua manusia adalah makhluk rasional.
Gambar II, S tidak berhubungan dengan P Tidak ada S yang P;Tidak ada cacing yang bernapas dengan paru-paru.
Gambar III, S adalah sebagian dari P. Semua S adalah P; Semua kerbau adalah binatang.
Gambar IV, Sebagian S adalah P. Beberapa S=P; Beberapa manusia jenius.

Jika kita mengetahui sifat umum S, sedangkan P adalah bagian dari S, maka kita menarik kesimpulan tentang P. Kalau kita tahu bahwa semua mahasiswa harus membayar SPP dan Obet adalah Mahasiswa, maka Obet pun harus membayar SPP.
Pada contoh di atas pengetahuan tentang kewajiban mahasiswa merupakan dasar untuk menarik kesimpulan tentang kewajiban seorang mahasiswa. Dasar penarikan kesimpulan itu di dalam penalaran disebut premis, di dalam penalaran deduktif, berdasarkan atas premis itu ditarik kesimpulan yang sifatnya lebih khusus, dengan demikian, sebenarnya, penarikan kesimpulan secara deduktif itu secara tersirat sudah tercantum di dalam premisnya. Sifat itu membedakan penalaran deduktif dari penalaran induktif, yang kesimpulannya tidak tercantum di dalam premisnya. Dari sifat di atas, dapat dipahami di dalam penalaran deduktif suatu kesimpulan akan benar atau sah jika premisnya benar dan cara penarikan kesimpulan sah.
Menurut bentuknya, penalaran deduktif mungkin merupakan silogisme dan entimem.
1. Silogisme 
1.1 Pengertian Silogisme
Silogisme adalah penarikan konklusi secara deduktif tidak langsung yang konklusinya ditarik dari premis yang disediakan sekaligus. Hal yang paling penting yakni bahwa silogisme dan bentuk-bentuk inferensi yang lain, persoalan kebenaran serta ketidakbenaran pada premis-premis tidak pernah timbul. Hal itu disebabkan oleh premis-premis selalu diambil yang benar. Akibatnya, konklusi sudah dilngkapi oleh hal-hal yang benar. Dengan perkataan lain, silogisme hanya mempersoalkan kebenaran formal (kebenaran bentuk) dan tidak lagi mempersoalkan kebenaran material (kebenaran isi). Silogisme inilah sebenarnya inti dari logika.

1.2 Struktur Silogisme
Sebuah silogisme terdiri atas tiga proposisi yaitu dua proposisi yang disajikan dan sebuah proposisi yang ditariknya. Proposisi yang disajikan dinamai premis mayor dan premis minor, sedangkan kesimpulannya dinamai konklusi. Setiap proposisi terdiri atas dua term. Oleh karena itu, silogisme harus mempunyai enam term. Sebenarnya, silogisme hanya memiliki tiga term, karena untuk masing-masing dinyatakan dua kali. P konklusi disebut term mayor, sedang S-nya disebut term minor, dan term yang sama-sama terdapat pada kedua proposisi disebut term pnengah. Term penengah ini merupakan factor terpenting dalam silogisme, karena penyebab kedua premis dapat saling berhubungan sehingga menghasilkan konklusi. Dengan perkataan lain, term penengah menetapkan hubungan term mayor dengan term monir. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam silogisme yaitu:
1.2.1 Premis mayor disajikan terlebih dahulu, lalu diikuti premis minor;
1.2.2 Term penengah dilambangkan oleh M;
1.2.3 Term mayor dilambangkan oleh P;
1.2.4 Term minor dilambangkan oleh S

1.3 Pembagian Silogisme
Secara garis, silogisme dapat dibedakan atas dua macam yatu silogisme murni dan silogisme campuran, silogisme mempunyai hubungan yang sama pada proposisinya. Kebalikanya, silogisme campuran memiliki hubungan yang berbeda pada proposisinya.
Silogisme murni dapat dibedakan lagi atas:
1.3.1 silogisme murni kategoris (semua proposisi pembentuknya kategoris) ;
1.3.2 silogisme murni hipotesis (semua proposisi pembentuknya hipotesis) ;
1.3.3 silogisme murni disjunktif (semua proposisi pembentuknya desjunktif).
Silogisme campuran dibedakan atas:
1.3.4 silogisme campuran hipotesis kategori (premis mayor hipotesis, premis minor kategori dan konklusinya kategoris);
1.3.5 silogisme campuran kategoris disjunktif (premis mayor disjunktif, permis minor kategoris, konklusinya kategoris) ;
1.3.6 silogisme campuran dilema (premis mayornya hipotesis, premis minor disjunktif, dan konklusinya kategoris atau disjunktif)

1.4 Prinsip Dasar Silogisme
Ada dua prinsip dasar dalam silogisme.
1.4.1 Terdapat dua buah term, keduanya mempunyai hubungan dengan term lain, maka kedua term itu satu sama lainnya memiliki hubungan pula (A = C; B = C;... A = C).
Contoh : Pak Joko adalah ayah Budi
Pak Joko adalah guru SD
Jadi, ayah Budi adalah guru SD
1.4.2 Terdapat dua buah term, satu di antaranya mempunyai hubungan dengan sebuah term ketiga, sedangkan term yang satu lagi tidak, maka kedua term itu tidak mempunyai hubungan satu sama lain (A = C; B = C; ... A = B).
Contoh :    Rahma bukanlah putrid Pak Tarno
                 Puteri Pak Tarno sngatlah cantik
                         Jadi, Rahma tidaklah cantik

2. Entimem 
Di atas telah disinggung bahwa silogisme jarang sekali ditemukan di dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam tulisan pun, bentuk itu hampir tidak pernahdigunakan. Bentuk yang biasa ditemukan dan dipakai ialah bentuk entimem. Entimem ini pada dasarnya adalah silogisme. Tetapi, di dalam entimem salah satupremisnya dihilangkan/tidak diucapkan karena sudah sama-sama diketahui.
Contoh : Menipu adalah dosa karena merugikan orang lain.
Kalimat di atas dapat dipenggal menjadi dua:
a.menipu adalah dosa
b.karena (menipu) merugikan orang lain.
Kalimat a merupakan kesimpulan sedangkan kalimat b adalah premis minor (karena bersifat khusus). Maka silogisme dapat disusun:
My:
Mn : menipu merugikan orang lain
K : menipu adalah dosa. Dalam kalimat di atas, premis yang dihilangkan adalah premis mayor. Untuk melengkapinya kita harus ingat bahwa premis mayor selalu bersifat lebih umum, jadi tidak mungkin subjeknva "menipu". Kita dapat menalar kembali dan menemukan premis mavornva: Perbuatan yang merugikan orang lain adalah dosa.Untuk mengubah entimem menjadi silogisme, mula-mula kita cari dulu ke-simpulannya. Kata-kata yang menandakan kesimpulan ialah kata-kata seperti jadi, maka, karena itu, dengan demikian, dan sebagainya. Kalau sudah, kita temukan apa premis yang dihilangkan.
Contoh lain : Pada malam hari tidak ada matahari, jadi tidak mungkin terjadi proses fotosintesis.
Bagaimana bentuk silogismenya?
My : Proses fotosintesis memerlukan sinar matahari
Mn : Pada malam hari tidak ada matahari
K : Pada malam hari tidak mungkin ada fotosintesis. Sebaiknya, kita juga dapat mengubah silogisme ke dalam entimem, yaitu dengan menghilangkan salah satu premisnya.
Contoh :
My : Anak-anak yang berumur di atas sebelas tahun telah mampu berpikir formal.
Mn : Siswa kelas VI di Indonesia telah berumur lebih dari sebelas tahun
K : Siswa kelas VI di Indonesia telah mampu berfikir formal. Kalau dihilangkan premis mayornya entimemnya akan berbunyi “siswa kelas VI di Indonesia telah berumur lebih dari sebelas tahun, jadi mereka mampu berpikir formal”. Atau dapat juga “Anak-anak kelas VI di Indonesia telah mampu berpikir formal karena mereka telah berumur lebih dari sebelas tahun”. Kalau dihilangkan premis minornya menjadi “Anak-anak yangberumur di atas sebelas tahun telah mampu berpikir formal; karena itu siswa kelas VI telahmampu berpikir formal”.

Referensi :
Wahyu R.N., Tri. 1996 Seri Diktat Kuliah Bahasa Indonesia, Jakarta, Penerbit : Universitas Gunadarma http://www.scribd.com